Back To You.

iVE.
4 min readJan 5, 2024

--

Dua jam waktu perjalanan pulang terasa seperti dua hari lamanya bagi Mark. Dari empat orang yang berada di dalam mobil; Papi, Mami, dirinya, dan juga Mika, hanya Mark lah yang paling sering bergonta-ganti posisi duduk. Ia tampak gelisah dan tidak tenang. Mark ingin cepat-cepat tiba di Jakarta dan bertemu dengan kekasihnya, Echi.

“Koko bener mau langsung ke rumah Echa? Gak mau mampir beli hp dulu, sayang?” itu maminya yang bersuara di sebelah Mika.

“Nanti aja, mih. Habis dari rumah Echa.” jawab Mark yang direspon anggukan kepala oleh maminya.

Selama di perjalanan, hanya Mark dan papinya lah yang terus terjaga. Keduanya asik terlibat ke dalam percakapan seputar banyak hal. Mulai dari otomotif, obligasi pemerintah, pajak negara, hingga hubungan romansa. Mark tertawa ketika papinya bercerita tentang masa mudanya dengan sang mami. Papinya berkata apabila maminya dulu itu sulit ditaklukan. Maminya galak seperti preman, katanya.

Ah, Mark jadi semakin rindu dengan preman kecilnya Echi.

Ketika mobil mereka sudah keluar tol, Mark pun langsung bersiap-siap. Ia merapihkan rambutnya dan juga membawa sedikit dari barang bawaannya. Hanya membawa yang penting-penting saja seperti dompet dan juga oleh-oleh untuk Echi. Itu adalah buah stroberi yang manis, mochi dengan berbagai varian rasa, dan juga beragam aksesoris lucu untuk si kecil yang sedang menunggunya di rumah.

Ketika mobilnya sudah tiba di depan perumahan Echi, Mark meminta papinya untuk menurunkannya di tempat itu. Mark menolak untuk diantar hingga tiba di depan rumah Echi. Mark tidak mau sebab ia tidak ingin keluarganya melihatnya sosok koko Mark yang mereka kenal selama ini, yang mana merupakan sosok lelaki dewasa dan dapat diandalkan, akan berubah menjadi sosok anak kecil yang super manja di depan kekasihnya.

Tidak, biarkan hal ini menjadi rahasianya. Biarkan hal ini hanya diketahui oleh Echi dan dirinya.

Sepeninggalan mobil keluarganya, Mark pun langsung berlari menyusuri jalan perumahan itu dengan penuh semangat. Teriknya matahari siang itu tidak menjadi penghalang jalannya untuk bertemu dengan Echi. Meskipun peluh sudah menetes kemana-mana dan mungkin sekarang ia sudah bau matahari, Mark tidak perduli. Sebab yang di kepalanya saat ini adalah Echi, Echi, dan Echi.

“MAKUUUUU!”

Itu, itu Echinya.

Echinya sudah menunggunya di depan sana.

Siang itu, langit sangat cerah. Namun sayangnya kalah cerah dengan senyum Mark dan juga Echa. Mendapati bayi marmutnya yang berlari ke arahnya membuat Echa pun turut melakukan hal yang sama. Pemuda manis itu berlari menuju kekasihnya di sana. Keduanya pun berakhir bertemu di titik yang sama dan langsung melebur ke pelukan masing-masing.

“Mommyyy,”

“Bayiii,”

Mark menjauhkan wajahnya sejenak hanya untuk mengamati wajah cantik Echa. Kemudian ia membubuhkan beberapa kecupan di kening, hidung, dan kedua pipi tembam milik Echa. Mark tercium seperti bau matahari. Mungkin kekasihnya berlari dari depan perumahannya ke sini.

“Bayi, kenapa gak dianter sampe sini?”

Mark tertawa kecil. Tangan kanan Echa yang menangkup wajahnya pun diciumi. Mark bermanja di sana, wajahnya memerah karena terjemur mentari.

“Capek ya? Pusing nggak kepalanya, sayang?” tanya Echa khawatir sembari mengelapi lelehan keringat Mark di wajahnya.

“Nggak capek! Kan mau ketemu mommy!” Mark berbicara dengan sangat antusias. Kedua matanya yang bulat seperti boba berbinar-binar. Sungguh tak ada bedanya dengan anak berusia lima tahun yang dibelikan es krim.

Echa yang merasa gemas dengan tingkah lucu kekasihnya itu mengerutkan hidungnya dan kemudian berjinjit. Ia mendaratkan sebuah kecupan ringan di hidung Mark yang berhasil membuat empunya merona hebat.

“Ketemu mommy, um? Siapa yang mau ketemu mommy?”

“Me! Me! Maku yang mau ketemu mommy chi.”

Echa pun berakhir dengan menuntun kekasih lucunya itu menuju rumahnya. Echa berniat untuk membersihkan tubuh Mark sebelum memberi dan menyuapi kekasihnya makan siang. Ketika Mark menyerahkan oleh-oleh yang ternyata semuanya adalah makanan kesukaan Echa, lelaki manis itu memberi Mark senyuman termanis yang mana sudah menjadi hal favorit Mark sejak empat bulan lamanya.

“Makasih oleh-olehnya, papa bayi.” ucap Echa ketika Mark sudah berada di peluknya dan melebur sepenuhnya ke dalam dekap hangatnya.

Mark menangisi dirinya semalam dan keesokan harinya ia berkendara hampir setengah hari menuju kota kediaman. Echa mengerti apabila Mark-nya pasti lelah meskipun Mark terus berkata tidak. Oleh karena itu setelah memberinya makan, Echa sengaja menidurkan Mark di atas ranjang miliknya, menyanyikan lagu pengantar tidur sembari membanjiri wajah kekasihnya itu dengan kecupan-kecupan ringan yang sarat akan cinta.

Benar saja, segala perlakuan Echa bagaikan sebuah sihir pengantar tidur bagi Mark. Antara hal itu benar atau memang Mark yang terlalu lelah, Mark akhirnya pun jatuh terlelap. Kepala Mark tenggelam di dada Echa sementara bagian tubuhnya yang lain tenggelam di dalam rengkuhan Echa.

Dan siang itu, Mark tertidur di dalam peluk manusia favoritnya. Mark tertidur di dalam peluk Echa, kekasih kecilnya yang tadi malam ia tangisi karena terlalu merindu.

--

--

No responses yet