“Kalau menurut saya, Miuraichi Akanen yang paling cocok untuk menjadi bintangnya.”
Seluruh pasang mata yang berada di ruangan itu pun sontak memandang ke satu arah yang sama, yaitu pada layar ipad sang sutradara yang kini tengah menampilkan potret milik salah satu model ternama berkebangsaan Jepang yang namanya baru saja disebutkan itu.
Semua orang sukses terpana melihatnya. Selain sang rapper dan sang sutradara, belum pernah satupun dari mereka yang pernah melihat sosok manusia semempesona itu sebelumnya.
Dilihat dari potret, Miuraichi Akanen memiliki rambut ikal yang berwarna cokelat keemasan. Sedang wajahnya terpahat mungil dengan komposisi yang pas dari perpaduan kedua mata yang tajam nan sayu, hidung yang kecil, bibir yang terlukis penuh, serta bentuk tulang rahang yang membingkai rapih. Tubuh sang model terlihat sangat ramping dan semampai seperti model-model pada umumnya. Hanya saja, pinggangnya terlihat sangat-sangat kecil bagaikan pinggang boneka barbie. Kedua tungkai kakinya jenjang dan indah, kemudian dibalut oleh kulit cokelat yang terlihat manis bagaikan madu.
Oh, sial. Apakah Miuraichi Akanen itu manusia sungguhan atau patung porselen buatan?
Karena rasanya sedikit tidak nyata.
Ketika yang lainnya sedang sibuk bersamaan mencaritahu tentang sosok Miuraichi Akanen lebih jauh, sang rapper yang turut hadir dalam diskusi kali itu pun diam-diam mengulum senyumnya dari balik masker. Segala bentuk pujian yang dilayangkan oleh orang-orangnya kepada sang model membuat Levi merasa bangga. Bangga sebab Miuraichi Akanen yang sedang disanjung-sanjung itu adalah miliknya. Bangga sebab Miuraichi Akanen yang sedang dipuja-puja itu adalah kekasihnya yang selama ini ia sembunyikan dari dunia. Bangga sebab Miuraichi Akanen yang sedang diagung-agungkan itu adalah lelaki yang saat ini tengah mengandung anaknya, yang pada di detik yang sama mungkin Miura sedang sibuk membolak-balik majalah fashion sembari tidur di atas ranjang miliknya.
Dan demi Tuhan Levi tidak bisa untuk tidak salah tingkah ketika membayangkan bagaimana tubuh Miura yang dulu sangat ramping kini sudah berubah menjadi berisi serta berbadan dua karena perbuatan yang dilakukannya kepada sang model tersebut. Dan yang lebih membuat Levi salah tingkah ialah satu dunia tidak ada yang mengetahui hal itu. Satu dunia tidak mengetahui apabila Miuraichi Akanen saat ini sedang berbadan dua. Yang satu dunia ketahui saat ini ialah Miuraichi Akanen sedang hiatus terkait alasan kesehatan.
“Wah, kacau. Ternyata Miuranya lagi hiatus. Mau gak mau kita pakai model yang lain.” celetuk sang sutradara yang berhasil membuat semua orang mendesah kecewa. Mereka semua sangat menyayangkan hal tersebut.
Membaca pesan terakhir dari Miura membuat Levi menghela nafas. Hal tersebut berhasil mengundang respon dari produsernya.
“Kenapa? Kecewa karena bukan Miuraichi Akanen yang jadi lawan main lu nanti?”
Untuk memudahkan situasi, Levi pun mengangguk dan berpura-pura memasang raut wajah kecewa. Produsernya tertawa, kemudian berkata, “Gak cuma lu, Lev. Semuanya juga kecewa. Udah pada kedemenan banget ini sama Miura. Tapi gapapa, doain aja semoga dia cepet balik dari hiatusnya biar dia bisa jadi lawan main lu di project lu yang selanjutnya.”
Levi pun hanya menanggapinya dengan senyum tipis kemudian kembali sibuk dengan ponselnya. Miura tak lagi membalas pesannya, maka sudah dipastikan kekasihnya itu tengah merajuk padanya sekarang. Mulai hari itu, Levi jadi tau apabila kata ‘deh’ ternyata mampu merusak suatu hubungan juga. Oleh sebab itu, Levi pun langsung buru-buru merapihkan barang-barang miliknya kemudian berpamitan untuk pulang lebih dulu.
“Lu akhir-akhir ini jadi gak suka party, Lev. Ada apa sih di rumah?”
Sambil memasang topinya, Levi terkekeh dan berkata;
“Ada Miuraichi Akanen.”
Perkataan Levi tentunya dinilai hanya sebatas gurauan. Oleh sebabnya hal itu berhasil mengundang tawa. Bahkan produsernya menimpukkan kacang ke arah sang rapper dan setelahnya berkata; “Kasian, segitunya pengen adu akting sama Miura. Jadi lu – WOI! GUA MASIH BELUM SELESAI NGOMONGNYA LEVIATHAN!”
Ketika Levi tiba di rumahnya, hal pertama yang didapati oleh sang rapper adalah segumpalan daging berwujud manusia berperut buncit yang saat ini tengah memonopoli sofa miliknya. Miura berada di sana, sepenuhnya bersandar sembari menangis sesegukan. Sweater Levi yang tadinya dipeluk-peluk oleh Miura itu langsung dilempar begitu saja oleh si manis.
Melihatnya, Levi diam-diam mengulum senyumnya dan beralih mengunci pintu.
“Kenapa kamu pulang? Sana, pergi aja sama temen-temen kamu!”
“Orang mau makan di rumah.”
“Gak! Gak boleh!”
Miura memang sedang marah, namun si manis tetap membiarkan Levi menciumi wajahnya untuk setidaknya lima detik – sebelum akhirnya ia mendorong tubuh kurus itu dan memarahinya kembali.
“Dah, deh, dah, deh! Kok bisa ya kamu ngomong gitu tanpa mikirin perasaan aku yang udah capek-capek masakin kamu sambil bawa anak kamu kemana-mana. Capek aku, Lev. Kamu mana paham.”
Tangisnya pecah lagi. Namun kali ini ada Levi yang menemani. Pria kurus itu berjongkok di hadapan kekasihnya, untuk kemudian menempatkan dagunya di atas paha Miura dan memberikan usapan lembut di sepanjang kakinya.
“Kamu salah paham, Miura sayang. Maksud aku gak gitu. Kamu salah tangkep nada bicara aku.”
“Bohong! Bilang aja kamu emang terpaksa makan masakan aku! Pokoknya malam ini aku mau pulang ke rumahku!”
“Gak akan pernah aku kasih sampai kapanpun.”
“Jahat!”
“Biarin.”
Levi menanggapi Miuranya yang sedang menangis dengan begitu tenang dan sabar. Itu karena ia sudah mengerti apabila orang yang sedang hamil memiliki suasana hati yang seringkali berganti-ganti. Sedetik senang dan sedetik kemudian marah ataupun menangis. Levi sudah memahami hal itu. Oleh karenanya, usai puas bergelung manja dengan perut besar Miura, Levi kini beralih menjadi berlutut dan menempatkan masing-masing tangannya di sisi kanan dan juga sisi kiri Miura.
Levi mengukung tubuh si manis sembari mencumbui leher jenjang Miura dengan hidung dan juga bibirnya. Leher Miura terasa hangat dan Levi seakan-akan tak punya kekuatan untuk mengangkat wajahnya dari sana. Ceruk leher Miura seakan-akan diciptakan untuk menjadi tempatnya menenangkan diri dan juga mengadu tentang apa saja yang ia hadapi di dunia setiap harinya. Levi kini memeluk tubuh kekasihnya dengan erat, namun tidak sama sekali menekan perut buncit Miura yang mana ada anaknya di dalam sana.
Levi melepaskan pelukan keduanya hanya untuk melihat wajah Miura yang saat ini memerah dan sepenuhnya basah. Wajah Miura yang tadi dipuja-puja oleh orang-orang kantornya pun ia tangkup dengan kedua tangan, untuk kemudian ia hapus lelehan air mata yang membekas di sana dengan kedua ibu jarinya. Air mata membuat bulu mata Miura terlihat lebih panjang dan kuyu, yang mana uniknya malah membuat dirinya terlihat berkali-kali lipat lebih cantik. Lamat-lamat Levi memandangi beberapa titik tahi lalat yang menghiasi wajah Miura sebelum akhirnya ia ciumi sebanyak-banyaknya yang ia inginkan. Seolah-olah itulah tujuan dari mengapa tahi lalat itu diciptakan untuk menghiasi wajah Miura. Untuk diciumi dan diciumi. Lagi dan lagi.
Miura kini sudah tak menangis lagi, namun nafasnya masih tersenggal-senggal. Levi tersenyum kepadanya, kemudian menyelipkan helaian rambut Miura ke belakang telinga si manis.
“Miura sayang udah makan?”
Si manis menggeleng, membuat helaian ikalnya turut bergerak menggemaskan. Levi tak kuasa untuk tidak menjamah rambut Miura dengan jari-jari tangannya dan mengakhiri kegiatan itu dengan kecupan hangat di dahi yang lebih tua.
“Kenapa gak makan?”
“Tungguin Levi.”
“Levinya udah di sini. Jadi sekarang kita makan, ya?”
Dan hal itu berjalan cepat dimana Levi lah yang mengambil peran utama kali ini. Miura makannya disuapi. Setiap kali makanan itu masuk ke dalam mulutnya, Levi menghadiahinya dengan kecupan singkat di wajah dan juga pucuk kepalanya. Levi membuat Miura menghabiskan makan malamnya dengan baik sebelum memberi makan dirinya sendiri.
Dan ketika keduanya sudah selesai, Levi mengangkat tubuh Miura yang tengah mengandung anaknya itu menuju ke kamar mereka yang terletak di lantai dua.
“Sekarang aku berat, ya?”
“Gak berat. Ini kan aku gendong kamu sama gendong anakku juga.”
Mendengarnya, Miura merona hebat. Si manis menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Levi dan menurut ketika Levi menggantikannya pakaian tidur sesaat keduanya telah sampai di kamar mereka. Levi melepaskan celana bahan yang semula Miura kenakan itu dengan hati-hati. Berkali-kali Levi merundukkan wajahnya hanya untuk menjamah tungkai jenjang itu dengan bibirnya. Bahkan Levi juga menciumi kaki Miura dan memberikannya sedikit pijatan ringan.
“Sikat gigi dulu sebelum tidur, ya?”
“Maunya di sini, gak mau ke kamar mandi.” Miura merengek manja bersamaan dengan selesainya tugas Levi dalam memakaikannya piyama tidur terhangat miliknya.
Dan Levi mengerti apa maksudnya. Maksud dari sikat gigi di sini saja berarti Levi lah yang harus menyikati gigi Miura sebagaimana biasanya. Dan Levi ialah Levi. Seorang calon ayah muda sekaligus rapper ternama yang sangat memuja kekasih modelnya itu pun langsung menuruti keinginan Sang Maha Elok tanpa sedikitpun merasa dibebani.
Miura yang sudah sikat gigi dan sudah rapih dengan piyama tidurnya pun dibaringkan pelan-pelan oleh Levi di atas ranjang. Begitupula dirinya. Levi juga sudah bebersih dan kini hanya tinggal menyisihkan pakaian-pakaiannya saja sebab ia terbiasa tidur dengan hanya memakai dalaman.
“Sini, sini.”
Miura meminta Levi untuk merundukkan tubuhnya sebab si manis ingin membantu kekasihnya itu melepaskan kausnya. Disaat kaus Levi sudah hampir terlepas dan menggantung di kedua tangannya, Miura menghampiri wajah Levi untuk mencium bibir tipis kekasihnya itu dan keduanya berakhir terlibat ke dalam ciuman panas pelepas rindu. Baik Levi maupun Miura kali ini sama-sama agresif. Mereka saling memagut, menghisap, dan bahkan menggigit bibir satu sama lain hingga saliva yang entah milik siapa berceceran turun ke dagu Miura. Levi kini sepenuhnya bertelanjang dada dan Miura langsung mengalungkan kedua tangannya pada leher Levi. Jemari tangannya yang lentik itu ia gunakan untuk meraba punggung tegap Levi yang dihiasi tato bergambar sayap raksasa – yang mana apabila diperhatikan baik-baik, sayap itu seperti membentuk huruf ‘M’ yang sudah pasti memiliki arti Miuraichi.
Dan sampai saat ini, Miura tidak bisa untuk tidak merona ketika memikirkan hal itu. Memikirkan bagaimana seorang rapper ternama dunia yang juga sekaligus merupakan orang yang sangat ia sayang mengabadikan dirinya melalui gambaran permanen yang akan selama-lamanya terpatri di atas kulitnya. Miura masih memejamkan kedua matanya dan kini tengah menjenjangkan lehernya ketika Levi lagi-lagi bermanja di sana. Kali ini Levi tak hanya menciuminya, namun juga menghisap dan menggigitinya hingga meninggalkan banyak bercak merah-keunguan yang akan sulit hilang dalam waktu dekat.
Ketika Levi sedang sibuk bergumul dengan leher dan juga pundaknya, Miura melirik ke arah kaki kiri Levi, tepatnya di sisi sampingnya yang mana juga terlukis nama belakangnya di sana dengan cukup besar.
‘Akanen’
Dan Miura tak bisa menahan senyumnya. Ia sungguh bahagia karena merasa sangat dicintai sebagaimana Levi mencintainya.
“Aku harus bener-bener berhenti sebelum aku gak bisa ngontrol diriku lagi.” Levi mencium pipi Miura sebelum memposisikan dirinya menjadi berbaring di samping si manis, kemudian menarik tubuh berisi sang kekasih untuk masuk ke dalam pelukannya.
“Kamu sama anak kita harus istirahat. Aku gak boleh egois.”
“Tumben? Pasti abis ngerasa bersalah karena udah bikin aku nangis, ya?”
Levi tak menjawab. Namun pemuda itu mengambil salah satu tangan Miura untuk kemudian dicium lama-lama.
“Maaf, ya. Maafin aku karena udah bikin kamu sedih hari ini. Tapi yang kamu pikirin itu gak bener, Miura sayang. Demi Tuhan aku pasti bakal milih pulang ke rumah ketika aku tau kamu udah masak buat aku walaupun aku udah reserve di restoran bintang lima sekalipun.”
“Walaupun yang aku masak gak seenak makanan di restoran-restoran?”
Levi mengangguk mantap. Ia mencium tangan Miura sebelum menjawab; “Walaupun yang kamu masak nasi goreng asinnnnnn banget. Tetep bakal aku abis – “
“Levi mah jahat.”
Dan Miuranya menangis lagi seperti apa yang ia harapkan. Sang rapper terkekeh dan langsung membanjiri wajah kekasihnya dengan ciuman penuh sayang. Ia sangat menyukai hal ini. Sangat menyukai Miura yang menjadi sangat sensitif karena tengah mengandung. Levi menyukai bagaimana si cantik itu merengek manja dan akan berpura-pura tidak menyukai sentuhannya sebelum akhirnya menyerahkan diri kepadanya. Levi menyukai saat-saat dimana Miura menjadi sangat tidak berdaya ketika hanya sedang bersama dengannya, seperti sekarang ini.
“Pegel punggung sama kakinya…”
“Iya sayang, sini dipijitin.”