Mansion mewah milik J Suh pada malam itu telah disulap sedemikian rupa menjadi tempat untuk menaungi sebuah pesta. Pesta perayaan, katanya. Perayaan atas rilisnya lagu baru yang harus dirayakan dengan bergelas-gelas sampanye dan juga para selebrita; yang mana tentunya ada Aneko Azari serta para model VS lain di dalamnya. Yang mana tentunya juga, ada sosok lelaki itu jua — sang pemeran utama yang telah dinanti-nantikan kehadirannya oleh semua.
Dia adalah Leviathan Levin atau yang dunia kenal sebagai L, the God of Rap.
“Yo, Lev!”
Sean melambaikan tangan ketika netranya menangkap sosok Levi yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Melalui sudut pandang seseorang, sosok lelaki yang namanya baru saja dipanggil oleh Sean itu tampak seperti kepingan berlian yang jatuh diantara kepingan kristal. Sama-sama bersinar namun cahayanya indah sendiri berpendar. Eksistensi sang rapper begitu menyita perhatian, termasuk perhatian Miura yang mungkin akan memberinya nilai delapan per sepuluh apabila ia tak mengingat kejadian kurang mengenakan yang terjadi diantara mereka semalam.
Ketika Levi telah sampai di hadapan mereka, Sean langsung menyapa Levi dan juga memeluk singkat lelaki itu.
“Kesini juga?”
“Siapa?” Sean balik bertanya kepada Levi. Lelaki itu menunjuk dirinya sendiri sebelum berkata lagi, “Gua?”
Namun Sean buru-buru merevisi pertanyaannya kala ia mendapati Levi yang kini tengah memandangi Miura dengan tatapan datarnya.
“Oh, Miura? Iya, gua yang ajak. Soalnya sekalian mau nemuin dia sama lawan mainnya di project kita nanti.” kata Sean sambil menoleh ke arah Miura yang berdiri tepat di belakangnya.
Tatapan mata Levi padanya terasa begitu dingin dan Miura merasakannya. Namun yang menjadi kesialan, entah bagaimana dirinya tak dapat dengan mudah berpaling dari iris sebiru samudera milik lelaki itu — yang mana hal tersebut membuatnya bagai terkurung dengan lelaki dingin berlidah ketus yang semalam hampir saja membuatnya menangis. Karena teringat lagi dengan kejadian semalam, Miura akhirnya mampu memutus kontak mata mereka dan mengalihkan pandangan. Yang mana tanpa Miura ketahui, sedetik setelah ia mengakhiri kontak matanya dengan Levi, sebenarnya Levi masih terus memandanginya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Seolah-olah, ada begitu banyak hal yang lelaki itu simpan di kepala namun mulutnya tak kuasa untuk angkat suara.
“Gue ke J dulu.” kata Levi kepada Sean yang dihadiahi satu anggukan kepala.
Ketika punggung tegap Levi berlalu dan mulai menjauh, barulah Miura merasa lega. Si cantik menerima segelas sampanye yang Sean berikan, mereka bersulang, lalu keduanya menyesapnya sedikit.
“Jangan diambil hati ya, Ra.”
“Apa?”
“Levi.”
“Oh, nggak kok.”
Tenggorokannya tiba-tiba terasa kering. Miura menyesap sampanyenya lagi dan berusaha untuk terlihat biasa saja di hadapan Sean.
“Dia emang gitu, susah ditebak.” lanjut Sean sambil memutar-mutar pelan cairan kuning yang ada di dalam gelasnya. “Sama karena akhir-akhir ini ada yang berhasil ngacauin pikirannya.”
Sean menyesap sampanye miliknya, matanya tetap terpaku pada sosok Miura yang berdiri di hadapan, “ — Tapi meskipun begitu, gua seneng. Gua seneng karena akhirnya gua ngerasa dia hidup lagi.”
Apa yang dikatakan Sean barusan tak dapat dicerna oleh Miura dengan mudah. Miura baru saja akan bertanya kepada Sean, namun seseorang sudah lebih dulu menginterupsi percakapan keduanya.
“Hai!”
Dan Miura tahu siapa orang itu.
“Kamu udah sampai daritadi?”
Aneko Azari. Model papan atas yang pernah beberapa kali dirumorkan memiliki hubungan spesial dengan Levi.
Tak ingin mencuri dengar obrolan keduanya, Miura memutuskan untuk mundur beberapa langkah dari posisi Sean dan juga Azari saat ini. Namun ketika dirinya baru saja mundur dua atau tiga langkah, suara Azari berhasil menghentikan gerak tubuhnya.
“Hei,” Miura berhenti, kemudian mengangkat wajahnya guna menatap Azari.
“How come your eyes don’t roll when you see me?”
***
Levi yakin apabila dirinya hanya mengonsumsi sedikit sampanye tadi. Yah, setidaknya lelaki itu masih yakin sebelum kedua kakinya tak mampu lagi menopang bobot tubuhnya dan membuat ia bersandar sepenuhnya pada dinding kini. Dari sudut pandang Levi sekarang, orang-orang di hadapannya tak lagi terlihat sebagaimana perwujudan mereka seperti biasanya. Mereka tampak seperti sekumpulan kunang-kunang yang menyerang indra penglihatan; menyilaukan dan membuat kepala Levi terasa berat. Untuk sesaat, Levi seakan tersesat. Lelaki itu memegangi kepalanya sendiri sambil berusaha untuk menyeret kesadarannya kembali. Namun sayangnya, tak ada yang mampu membuat hal itu terjadi. Tak ada yang dapat Levi lakukan untuk membawa hal itu kembali selain sosok lelaki di seberang sana yang tak sengaja mencuri perhatiannya.
Kedua kakinya, entah bagaimana mendapatkan kekuatannya kembali. Sambil tertatih-tatih, Levi berusaha untuk menghampiri sosok lelaki itu. Meskipun tubuhnya berkali-kali ditabrak oleh tamu lainnya, Levi tak perduli. Karena yang terpenting saat ini adalah bagaimana caranya ia dapat membawa kedua kakinya untuk sampai di hadapan sosok lelaki itu — untuk sampai di hadapan sosok tuan cantik yang parasnya seindah gurat rembulan.
I got you.
I got you.
BRUK!
“Lev!”
Tubuh Levi pada akhirnya ambruk tepat di dalam rengkuhan milik seseorang. Untungnya, posisi mereka saat ini berada cukup jauh dari kerumunan sehingga eskistensi keduanya pun tak menjadi pusat perhatian. Melihat sahabatnya jatuh tersungkur, Sean buru-buru menghampiri Levi dan berusaha untuk mengambil Levi dari Azari. Namun, bukannya membantu Levi untuk berdiri atau memberikan Levi kepada Sean, Azari justru semakin mengeratkan dekapannya pada tubuh Levi.
Dan itu semua tak luput dari pandangan Miura yang masih mematung di tempatnya yang secara kebetulan tepat berada di belakang ketiga orang tersebut.
“Zar, biar Levi sama gua aja.”
“Lepas, Sean.”
“Azari! Gua harus mastiin Levi gak kenapa-napa.”
Suara yang berhasil di tangkap oleh telinganya secara cepat diantarkan menuju otak. Levi yang menyadari apabila sosok yang kini tengah memeluknya adalah Azari pun langsung membuka kedua matanya dan beringsut menjauh.
“Lev? Kenapa?” tanya Azari dengan sedikit berteriak.
Namun Levi tak meresponnya. Lelaki itu bahkan tak melirik sedikit pun ke arah Azari. Alih-alih menjawab pertanyaan Azari dan juga Sean yang mengkhawatirkan kondisinya, Levi justru terlihat tengah berusaha untuk berdiri dengan kedua kakinya. Ia ingin menghampiri sang tuan rembulan yang rupanya masih setia menunggunya di sana. Namun sayangnya, sepertinya kali ini dewi Fortuna sedang tidak berpihak kepadanya. Kedua kakinya sungguh terasa lemas dan Levi benar-benar tak dapat menggunakannya.
Meskipun begitu, Levi tetap tidak menyerah. Tau? Lelaki itu baru saja melakukan sesuatu yang berhasil membuat Azari dan juga Sean termenung tidak percaya. Bukan, bukan sesuatu hal yang memalukan seperti bertelanjang dada ataupun muntah di tempat. Tetapi Levi baru saja merangkak. Ya, lelaki itu benar-benar merangkak demi mencapai sosok Miura yang tengah berdiri di sana.
Sambil masih memproses apa yang sedang terjadi, Miura membiarkan Levi memanjat kaki jenjangnya dan juga membiarkan kedua tangan Levi berkumpul di pinggulnya. Levi kemudian berdiri menggunakan kedua tempurung lututnya dan mendongakkan kepala untuk menatap Miura tepat di matanya.
“I think i’m lost. Please take me home with you.”
[]