Sweet,

iVE.
7 min readFeb 15, 2024

--

Miuraichi Akanen itu jutek.

Itu menurut sudut pandang Levi selaku manusia di bumi yang paling memuja sosok lelaki Jepang itu setengah mati.

Kira-kira, satu setengah tahun yang lalu.

Ketika keduanya baru saling mengenal.

Ketika keduanya baru saja dipertemukan di satu titik yang sama.

Kalau Levi mengingat-ingat kembali pada lembaran lalu yang telah terjadi, sosok Miuraichi Akanen yang dulu tidak pernah tersenyum kepadanya. Jangankan mengurai tawa, ketika keduanya tidak sengaja berpapasan saja Miura pasti membuang muka. Lelaki cantik bersurai ikal itu akan menukikkan kedua alisnya tiap kali netranya jatuh pada sosok Leviathan Levin. Sang rapper muda nan sangat sukses yang saat itu sedang berada di puncak karir. Selebrita dunia nomor satu yang menjadi konsumsi publik – dan bahkan hingga detik ini – yang mana membayangkan kepopularitasannya saja membuat bulu kuduk Miura bergidik. Membayangkan visual dinamika antara Levi dan juga media massa bagaikan seekor rusa dan juga sekumpulan singa. Atau bagaikan sekumpulan domba dan juga para pembidik.

Hal itulah yang juga menjadi salah satu alasan mengapa Miura tidak ingin berhubungan dengan sang rapper. Yang mana seiring dengan berjalannya waktu, janji yang Miura tanamkan pada dirinya sendiri pun turut termakan oleh waktu. Bagaikan angin yang berlalu. Bagaikan jejak yang tersaru. Yang hingga pada detik ini, bahkan dirinya sendiri juga tidak mengira bahwa pada akhirnya, ia pun bersedia dimiliki oleh Levi – sang rapper yang usianya lebih muda empat tahun darinya itu. Dan kini, Miura tengah mengandung buah hatinya dengan sang rapper tersebut. Usianya sudah tiga bulan. Dan perkembangan terkininya ialah ia selalu menginginkan manusia bernama Levi. Berada di dekat Levi, berada di dalam peluk Levi, dan berada di genggaman tangan Levi – semua hal ingin Miura lakukan bersama dengan Levi. Seolah Levi bukanlah sosok yang pernah ia tolak berkali-kali dulu. Dan seolah Levi bukanlah sosok yang pernah tidak ia sukai keberadaannya dulu.

“Levi jangan pergi!”

Miura menatap sosok Levi yang tengah berjalan menjauh darinya itu dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Satu tangannya ia tempatkan di bawah perutnya yang mulai membuncit sedangkan satu tangannya lagi ia gunakan untuk meremat bantal erat-erat. Kedua tali tipis yang seharusnya berada di atas pundaknya itu sudah jatuh tersampir ke bagian bahunya, membuat kedua puting Miura mengintip malu-malu dari balik gaun tidur yang sedang dikenakannya.

Menyaksikan itu semua membuat Levi mendadak pening seketika. Lelaki itu menggigit pipi dalamnya dan tampak membenahkan kacamatanya yang nyaris tergelincir ke bawah.

“Gak pergi, sayang. Gak kemana-mana. Aku cuma mau seduhin susu buat kamu.”

Mendengarnya, Miura sontak menggeleng. Itu membuat rambutnya turut bergerak lucu, bagaikan sejumput wol halus yang tertiup angin.

“Mimi gak mau minum susu, Levi.” garis bibirnya semakin menukik kebawah. “Susunya nggak enak, Mimi mual minumnya.”

Levi yang semula hendak berjalan menuju dapur pun akhirnya memutar balik arah jalannya. Ia kembali kepada Miura yang berada di ruang tengah dan baru saja bangun tidur itu.

“Gak enak, ya?”

Levi menelusupkan kelima jarinya pada helaian ikal milik Miura, untuk kemudian melilitkan lembut jari-jarinya pada helaian ikal tersebut sebelum mengusap-usapnya penuh sayang.

“Nggak enak, Mimi nggak suka.”

Levi mengangguk dan tersenyum.

Apabila Miura tidak mau, maka ia tidak akan melakukannya. Apalagi bila harus memaksa lelaki cantik itu untuk melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Entah perkara minum susu atau hal lain, yang jelas selama napasnya berhembus, Levi akan selalu memastikan apabila segala hal yang Miura jalani detik ini hingga nanti adalah berdasarkan keinginan lelaki cantik itu sendiri. Bahkan jika agenda minum susu hamil yang kata Miura tidak enak itu dapat digantikan olehnya, pasti Levi akan bersedia. Levi akan bersedia melakukan apapun untuk Miuranya. Dan perkara asupan nutrisi untuk anaknya di dalam perut Miura pastinya ada solusi lain selain minum susu. Terkait persoalan ini, biarkan Levi yang mengurus nanti.

“Ya sudah kalau Miura gak suka. Gak usah diminum ya?”

Wajah mungil Miura kini berada di sebelah telapak tangan Levi. Posisinya saat ini Levi sedang berdiri di hadapannya sementara Miura masih setia duduk di atas sofa – membuat wajahnya kini berhadapan dengan bagian bawah perut Levi yang terbalut celana tidur. Miura mendongak untuk menatap Levinya dari bawah dengan kedua mata bulat yang berbinar dan penuh dengan kehati-hatian.

“Levi nggak marah kalau Mimi nggak minum susu?”

“Kenapa harus marah, sayang?”

Levi mengulurkan satu tangannya lagi untuk menangkup wajah Miura sehingga kini dua tangannya sedang sama-sama menangkup wajah secantik boneka itu.

“Soalnya Mimi kayak nggak sayang sama anaknya Mimi sama Levi. Padahal Mimi sayang sekali . . .” lelehan air mata itu jatuh tepat di ujung ibu jari Levi.

“ – Tapi untuk hari ini aja Mimi gak mau minum susu soalnya sudah mual sekali. Kalau dipaksa takut muntah, takut makanan yang Mimi makan tadi keluar lagi.”

Levi menghapus lelehan air mata itu dengan kedua ibu jarinya sebelum merundukkan tubuhnya untuk mencium kening Miura cukup lama. Tubuh Miura yang semula berada di atas sofa kini sudah berpindah di atas pangkuan Levi. Keduanya duduk saling berhadap-hadapan kini. Dan Miura masih menangis, masih terbawa suasana hatinya yang tengah mendung bak awan kelabu.

“Sayang,”

Levi berusaha untuk menenangkan Miura dengan memeluk tubuhnya dan menciumi wajahnya dengan lembut. Lelaki berkebangsaan Kanada itu terlihat sangat sabar dalam menghadapi kekasihnya yang tengah berbadan dua itu. Pipi Miura yang basah dan memerah tak henti-hentinya Levi kecupi. Pun sama halnya dengan cuping telinga dan juga bagian samping leher Miura yang turut ia jamah dengan bibir dan hidungnya kini. Dan ketika tangis Miura sudah mulai reda, Levi pun mengangkat wajah cantik itu dengan sangat hati-hati hanya untuk melihat bagaimana kondisi Miuranya saat ini.

Ia merah.

Basah.

Dan sepenuhnya merona.

Lagi-lagi, Levi mendaratkan bibirnya di atas kening Miura sebelum mencium pucuk hidung dan juga bibirnya yang merekah indah semerah buah delima. Dan Miura hanyalah Miura. Kekasih model Levi yang tampak seperti boneka. Baik fisik ataupun tingkah lakunya yang pada hal ini sama-sama hanya bisa diam dan menurut atas apa saja perintah tuannya. Seperti diam saja ketika Levi mulai menjamah tubuh bagian bawahnya. Seperti pasrah saja ketika Levi mulai menjamah buah dadanya. Dan seperti menurut saja ketika Levi menitahkannya untuk membuka mulut dan menerima air liur lelaki itu untuk ditelan tanpa sisa.

Salah satu kebiasaan Levi yang kurang Miura sukai.

Karena menurut Miura, hal itu seperti cara anak-anak menandai barang mereka yang tidak ingin mereka bagi dengan anak lainnya.

Meskipun begitu, Miura juga tidak sedikitpun berencana untuk menolak apa yang telah Levi lakukan kepadanya selama ini. Karena mungkin hal itu adalah salah satu cara Levi menandai dirinya sebagai milik dari dia, sebagai milik dari Leviathan Levin.

Dan tentunya selain bercak keunguan yang membekas berminggu-minggu di atas kulit leher, dada, bokong, dan juga paha.

“Sayang, aku pengen.”

Menjalin hubungan dengan Levi sejauh ini membuat Miura kadang-kadang melupakan satu fakta apabila kekasihnya itu adalah darah muda yang tentu saja memiliki nafsu tinggi. Disajikan tubuh molek yang hanya dibalut gaun tidur tipis, bongkahan padat nan kenyal dibawah sana yang hanya dilapisi celana dalam berenda tak kalah tipis, juga wajah secantik boneka yang akan selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi area selatannya itu membuat Levi ingin menguras spermanya setiap hari untuk kemudian ditanamkan ke dalam tubuh Miuranya.

Miura,

Miura,

Miura.

Sungguh rasanya Levi mulai gila sekarang. Sebab hanya melafalkan nama Miura saja membuat penisnya semakin mengeras dibawah sana.

Gairah seksual yang menguar dari tubuh Levi sepertinya sudah mulai berhasil mengusik Miura juga. Si manis yang kini bagaikan seekor anak kucing yang malang itu hanya bisa pasrah ketika serigala buas di hadapannya kini tampak seperti sedang memakannya hidup-hidup. Levi menciumi bahkan menjilati Miura dari wajah hingga telapak kakinya. Lelaki itu juga sesekali akan menggigit dan meninggalkan jejak-jejak keunguan lain di bagian tubuh Miura yang masih polos, yang pastinya tidak akan menghilang dalam waktu dekat.

Dan kegiatan panas itu berakhir dengan desahan tinggi Miura yang membumbung tinggi ke langit, bersamaan dengan terisi penuh perutnya dengan sperma Levi dan juga geraman rendah lelaki itu. Yang mana juga bertepatan dengan tenggelamnya matahari di ufuk barat dan menggelapnya tudung langit – membuat keduanya kini bermandikan cahaya rembulan bersamaan dengan peluh yang masih keluar dari pori masing-masing. Levi masih setia mendekap tubuh Miuranya dari belakang dan juga membanjiri pundak lelaki cantik itu dengan kecupan-kecupan hangat sebelum akhirnya Miura merengek minta dibebaskan.

“Levi geraaah!”

“Mau mandi aja, sayang?”

Mendengarnya, Miura menggeleng. Si manis membiarkan Levi menciumnya sekali lagi di pipi.

“Kalau mandi sekarang nanti udahannya ngantuk, terus aku nggak nonton Wednesday!”

Oh, sudah kembali ke setelan awal rupanya? Sudah tidak semanja tadi sampai-sampai menyebut dirinya sendiri dengan petname. Levi yang menyadari hal itu hanya bisa tersenyum dan sekali lagi mencium Miuranya di pipi.

“Ya sudah, kalau gitu dibersihin aja ya biar gak lengket.”

Levi membersihkan tubuhnya sendiri sebelum ia membersihkan tubuh Miura. Menyeka lelehan kental spermanya yang sengaja ia tumpahkan di atas dada, wajah, dan juga area selatan Miura dengan telaten dan hati-hati. Levi memakaikan Miura pakaian tidur terhangat yang tersimpan di dalam lemari keduanya. Itu berupa satu setel piyama tidur berbahan satin dengan beruang cokelat sebagai motif utamanya. Sedangkan Levi memakaikan dirinya dengan sepotong kaus putih polos dan juga celana tidur sepaha.

Miura membiarkan Levi bergabung dengan acara menontonnya dan bahkan menelusupkan dirinya masuk ke dalam rengkuhan Levi. Gestur alami yang Miura tunjukkan kepada Levi barusan itu seolah-olah Levi bukanlah manusia yang baru saja menyetubuhinya dengan brutal beberapa menit yang lalu.

“Seru ya sampai-sampai matanya gak bisa berpaling dari TV?” Levi bertanya sembari menepuk-nepuk pelan bokong Miura, yang mana ditanggapi empunya dengan seutas senyum manis yang sukses membuat Levi menciumi wajahnya lagi dan lagi.

“Aku cinta banget sama kamu.” kata Levi.

“Levi mah!”

Miura memukul pelan dada Levi, berusaha untuk mengalihkan Levi dari rona kemerahan yang kini menghiasi kedua pipi gembilnya. Dan Miura adalah Miura. Ia tidak sevokal Levi dalam mengungkapkan perasaannya sebagaimana yang selalu Levi lakukan kepadanya selama ini. Namun meskipun begitu, Levi tahu apabila Miura juga mencintainya. Yang mana mungkin memang tidak tersalurkan lewat kata-kata, namun mengiringi setiap hembusan napas dan juga detak jantungnya.

Dan Levi mampu merasakannya.

Dan malam itu ditutup sempurna, penuh dengan kasih dan juga sayang seperti hari-hari biasanya. Miura kini sudah memejamkan mata dan berada di dalam tempat ternyamannya.

Berada di dalam peluk hangat Levi, rumahnya sekarang hingga nanti.

--

--

No responses yet