Langit,
Bumi, dan
Alam semesta.
Semuanya bersatu padu membentuk apa yang disebut-sebut sebagai dunia. Tempat fana yang menyimpan banyak sekali tipu daya, namun sialnya juga menyimpan banyak sekali hal indah. Hal indah yang menurut Mark ada begitu banyak, namun tidak semuanya ia suka. Tidak semua hal indah di dunia ini ia cinta. Tidak semua hal indah di dunia ini ia puja. Namun sosok ini, sosok di hadapannya ini adalah salah satu hal indah di dunia ini yang Mark damba. Yang Mark sanjung. Yang Mark cinta. Dengan setulus dan sepenuh hati, juga dengan segenap jiwa dan raga.
Sumpah mati, Mark cinta.
Mark menyusuri lekukan hidung mungil milik manusia di hadapannya itu dengan jari telunjuknya. Ia belum pernah melihat hasil pahatan Tuhan yang sesempurna ini sebelumnya. Mata, hidung, bibir, bentuk wajah — semuanya terlihat sempur — nyaris, nyaris sempurna di mata Mark. Apabila kesempurnaan memang hanya milik Tuhan, maka Echa pantas menyandang gelar nyaris sempurna, kalau begitu. Ia pantas disanjung sebagai manusia nyaris sempurna, manusia kesayangan Tuhan berkat jiwa dan raganya yang begitu indah. Echa tampan dan juga cantik. Tak hanya itu, ia juga baik dan memiliki hati yang bersih. Jiwa murni yang apabila diibaratkan warna maka ia adalah putih.
Bersih, suci, dan tak ternoda.
Sumpah mati, Mark cinta.
Detik ini, Echa sedang terlelap. Terbuai sepenuhnya oleh awan mimpi yang membelainya penuh sayang. Hingga si manis tak kunjung-kunjung sadar, bahkan setelah Mark menciumi bibirnya berulang-ulang kali.
Echa masih tetap terlelap.
Dan Mark pada akhirnya memutuskan untuk diam dan kembali mengagumi sosok kekasihnya dalam diam. Seribu bahasa yang menggambarkan akan keindahan melayang-layang di kepala Mark. Jika dulu baginya dunia sangatlah besar, maka kini, Mark bersumpah bahwa dunia baginya itu kecil. Sangat kecil, hingga bahkan ia bisa meraihnya menggunakan kedua tangan telanjang.
“Echa…”
Sebab bagi Mark, seluruh dunianya itu sudah cukup digambarkan dengan sosok manusia kecil di hadapannya. Manusia unik yang mampu mewarnai hari-harinya dengan seribu satu warna yang berbeda-beda. Sebab bagi Mark, seluruh dunianya itu sudah cukup tertuang ke dalam bentuk wujud manusia di hadapannya. Manusia unik yang memiliki cara yang unik juga dalam mencintainya. Sebab bagi Mark, atau singkatnya bagi pemuda itu, seluruh dunianya adalah Echa. Echa si preman kecil kebanggaannya, si pemberani jagoannya, dan si penyayang yang kadang kalanya menggantikan sosok ibu baginya dan hanya untuknya.
Teman, sahabat, kekasih, belahan jiwa, dan ibu — semuanya Mark dapatkan dari satu sosok yang sama, yakni sosok Echa si preman kecil kebanggaannya.
Satu kali, tidak — mungkin berkali-kali.
Berkali-kali Mark berpikir.
Ia merenung.
Pikirnya, kekasihnya ini sungguh luar biasa. Karena dengan tubuh semungil ini, Echa mampu menjadi sosok pelindung baginya kadang kala. Karena dengan tubuh semungil ini juga, Echa mampu menjadi sosok yang keibuan untuknya. Sosok yang mengayominya dengan penuh kasih dan kelembutan, yang akan mengusap kepalanya dan berkata, “Maku anak baik”. Yang akan menciumi wajahnya dan berkata, “Bayi marmutnya mommy”. Yang akan menenangkannya ketika ia menangis dan berkata, “Cup cup, bayinya mommy”. Yang akan mengusap-usap punggungnya ketika ia hendak tidur, yang akan mendekapnya erat seolah-olah tengah melindunginya dari kerasnya dunia, yang akan memberikan seluruh jiwa dan dirinya kepada Mark — bagaimana bisa manusia kecil di hadapannya ini bisa melakukan begitu banyak hal yang luar biasa? Mark tak henti-hentinya merasa kagum.
Dan Mark tak henti-hentinya bersumpah mati kalau ia memang benar-benar cinta.
“Sayang, sayangku.”
Mark menarik tubuh Echa agar menempel dengannya — merengkuh tubuh itu dengan menyeluruh seolah-olah hendak melindungi Echa dari dunia. Seolah-olah hendak menyembunyikan Echa dari dunia dan hanya menyisakan Echa untuk dirinya.
Mark menunduk, membubuhkan sebuah kecupan tanda cintanya di pucuk kepala Echa. Durasinya sangat lama, seolah-olah Mark juga turut berdoa seiring dengan bibirnya yang menempel pada pucuk kepala Echa.
I just want you forever.
Dan kemudian diikuti oleh lagu You & I milik One Direction yang tiba-tiba saja memenuhi ruang kepalanya.
Not even the Gods above,
Can separate the two of us.
Nothing can come between you and i.
You and i.